Sifat
dan Objek Ilmu Pendidikan
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas UAS
Mata
Kuliah: Ilmu Pendidikan
Dosen
Pengampu: Dr. H. Ihsan, M.Ag.
Disusun
Oleh:
Moh. Khoiru Zaki (1410110425)
![]() |
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PAI
TAHUN 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia
dengan makhluk lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh
instingnya, sedangkan manusia hidup dengan menggunakan akal yang dimilikinya
untuk berperilaku. Pada hakikatnya pendidikan adalah suatu usaha untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan, yang didapat dari pendidikan formal maupun non
formal.
Ilmu
pengetahuan muncul karena adanya pengalaman manusia ketika ia mendapatkan
pengetahuan tertentu melalui proses yang khusus. Kemampuan berpikir atau daya nalar
manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan. Salah satu
syarat pokok suatu ilmu yakni harus memiliki objek tertentu yang mana objek
tersebut dijadikan sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan. Ilmu pendidikan juga
tentunya memiliki karakter atau sifat yang menjadi ciri dari ilmu pendidikan
itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Setelah
melihat latar belakang diatas, maka diperoleh beberapa rumusan masalah
diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
sifat-sifat ilmu pendidikan?
2. Bagaimanakah
objek-objek ilmu pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sifat Ilmu Pendidikan
Dalam
arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Sedangkan
secara luas, pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan hidup dan sepanjang hidup.[1]
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, maksutnya menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Pendidikan
menurut UU No.20 th 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak yang mulia, serta
keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi
pendidikan adalah usaha yang sadar, teratur dan sisitematis di dalam memberi
bimbingan atau bantuan kepada orang lain yang sedang berproses menuju
kedewasaan.
Ilmu
pendidikan adalah ilmu yang membahas tentang masalah-masalah yang bersifat
ilmu, bersifat teori, ataupun bersifat praktis. Ilmu pendidikan juga berbicara
tentang masalah-masalah yang menyangkut segi pelaksanaan baik menyangkut teori,
pedoman-pedoman maupun prinsip-prinsip tentang pelaksanaan pendidikan.[2]
Ilmu
pendidikan sebagai suatu ilmu juga memiliki beberapa sifat diantaranya sebagai berikut:
1.
Ilmu Pendidikan
Bersifat Empiris
Ilmu
pendidikan bersifat empiris artinya ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada
observasi kenyataan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. Atau
dengan kata lain berdasarkan sumber yang dapat dilihat langsung secara materi
atau wujud fisik. Empiris dalam sejarah yaitu sejarah yang memiliki sumber
sejarah yang merupakan kenyataan dalam ilmu sejarah.
Misalnya
kalau kita bercerita tentang terjadinya perang, apakah perang itu benar-benar
terjadi atau tidak, kita bisa mencari tahu berdasarkan bukti-bukti atau
peninggalan yang ditemukannya, masih adanya saksi yang masih hidup, adanya
laporan tertulis, adanya tempat yang dijadikan pertempuran dan bukti-bukti
lainnya. Dengan demikian cerita sejarah merupakan cerita yang memang empiris,
artinya benar-benar tejadi karena berdasarkan bukti yang ditemukan. Kalau
cerita tidak berdasarkan bukti, bukan sejarah namanya, tetapi dongeng yang
bersifat fiktif. [3]
Sementara
artinya kebenaran ilmu pengetahuan itu tidak mutlak seperti halnya kebenaran
dalam agama. Kemutlakan kebenaran agama misalkan dikatakan bahwa Tuhan itu ada
dan memiliki sifat yang berbeda dengan makhluknya. Ungkapan ini tidak dapat
dibantah harus diyakini atau diimani oleh manusia.
2. Ilmu
Pendidikan Bersifat Normatif
Ilmu
pendidikan itu selalu berhubungan dengan soal siapakah “manusia” itu. Pembahasan
mengenai siapakah manusia biasanya
termasuk bidang filsafat yaitu filsafat antropologi. Pandangan filsafat tentang
manusia sangat besar pengaruhnya terhadap konsep serta praktek-raktek
pendidikan. Karena pandangan filsafat itu menentukan nilai-nilai luhur yang
dijunjung tinggi oeh seorang pendidik yang melaksanakan pendidikan. Nilai yang
dijunjung tinggi ini dijadikan norma untuk menentukan ciri-ciri manusia yang
ingin dicapai melalui praktek dan pengalaman mendidik, tetapi secara normatif
bersumber dari norma masyarakat, juga dari keyakinan keagamaan yang dianut oleh
seseorang.
Nilai-nilai
yang dijunjung tinggi dalam pandangan manusia seseorang atau sesuatu bangsa
itulah yang dijadikan norma atau kriteria untuk mendidik. Dan norma ini
biasanya tergambar dalam rumusan tujuan pendidikannya. Dengan demikian, ilmu
pendidikan diarahkan kepada perbuatan mendidik yang bertujuan. Dan tujuan itu
di tentukan oleh nilai yang dijunjung tinggi oleh seseorang. Sedangkan nilai
itu sendiri merupakan ukuran yang bersifat normatif, maka dapat kita tegaskan
bahwa ilmu pendidikan adalah ilmu yang bersifat normatif.[4]
3. Ilmu
Pendidikan Bersifat Historisitas
Ilmu
pendidikan bersifat historis karena menguraikan teori sistem sepanjang zaman
dan kebudayaan serta makna filosofis yang berpengaruh pada zaman tertentu.
Berikut
merupakan sedikit contoh historis sebagai ilmu pendidikan yakni pada masa
Rasulullah SAW:
v Pendidikan
islam di Makkah
Pendidikan
Islam terjadi sejak Nabi Muhammad di angkat menjadi Rasul Allah di Makkah dan beliau
sendiri sebagai gurunya. Nabi Muhammad menerima wahyu yan petama di Gua Hiro di
Makkah pada tahun 610 M, dalam wahyu itu termaktub ayat al-Qur’an yang artinya:
“Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan (semesta
alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Maha
Pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang
belum di ketahuinya.[5]
Dalam
masa pembinaan pendidikan agama islam di Makkah, Nabi Muhammad juga mengajarkan
al-Qur’an karena al-Qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran Islam.
Disamping itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan tauhid kepada umatnya.
Intinya
pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi Muhammad selama di Makkah ialah
pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kpada manusia, supaya
mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan alam semesta sesuai anjuran pendidikan ‘aqliyah dan
ilmiyah.
Pembinaan pendidikan
Islam pada masa Makkah meliputi:
a. Pendidikan
keagamaan
b. Pendidikan
‘aqliyah dan ilmiyah
c. Pendidikan
akhlak dan budi pekerti
d. Pendidikan
jasmani atau kesehatan.[6]
Sedangkan pembinaan dan
pengajaran pendidikan Nabi di Madinah adalah sebagai berikut:
a. Pembentukan
dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
b. Pendidikan
sosial politik dan kewarganegaraan
c. Pendidikan
Anak.[7]
4. Ilmu
Pendidikan Bersifat Teoritis-Praktis
Karena
pada umumnya ilmu mendidik tidak hanya mencari pengetahuan deskriptif tentang
objek pendidikan, melainkan ingin juga mengetahui bagaimana sebaiknya untuk
berfaedah terhadap objek didiknya. Jadi dilihat dari maksud dan tujuannya, ilmu
mendidik boleh disebut “ilmu yang praktis”, sebab ditujukan kepada praktik dan
perbuatan-perbuatan yang mempengaruhi anak didiknya. Jadi, dari praktik-praktik
pendidikan disusun pemikiran-pemikiran secara teoritis. Pemikiran teoritis ini
disusun dalam satu sistem pendidikan yang biasanya disebut ilmu mendidik
teoritis. Ilmu mendidik teoritis ini disebut juga ilmu mendidik sistematis.
Jadi sebenarnya kedua istilah itu mempunyai arti yang sama, yaitu teoritis sama
saja dengan sistematis.
Dalam
rangka membicarakan ilmu mendidik teoritis, perlu di perhatikan sejarah pendidikan. Dengan
mempelajari sejarah pendidikan ituterlihat telah tersusun pandangan-pandangan
teoritis yag dapat dipakai sebagai peringatan untuk menyusun teori pendidikan
selanjutnya. Dapat di simpulkan bahwa mendidik sistematis mendahului ilmu
mendidik historis. Akan tetapi ilmu mendidik historis memberikan bantuan dan
memperkaya ilmu mendidik sistematis. Kedua-duanya membantu para pendidik agar
berhati-hati dalam praktik-praktik pendidikan.[8]
5. Ilmu
Pendidikan yang Berdimensi Rohani/Lahiriyah dan Batiniyah
Ilmu
pendidikan bersifat rohaniyah karena selalu memandang peserta didik sebagai
makhluk yang bersusila dan ingin menjadikannya sebagai makhluk yang beradab.
Selain itu juga situasi pendidikan yang berdasar atas tujuan manusia tidak
membiarkan peserta didik kepada keadaan alamnya.
Sedangkan
ilmu pendidikan yang bersifat batiniyah yakni ilmu pendidikan yang dalam hal
ini lebih tertuju pada pemahaman batin atau kondisi jiwa seseorang.
B. Objek-objek Ilmu Pendidikan
Secara
umum yang menjadi objek atau sasaran ilmu pendidikan adalah seluruh yang
menjadi sasaran dalam aktivitas pendidikan atau praktek pendidikan yang
meliputi kegiatan mendidik, mengajar, melatih peserta didik agar berkembang
potensinya serta menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.
Peserta
didik sebagai manusia menjadi obyek ilmu pendidikan yang bersifat material sedangkan
usaha untuk membawa peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan atau
kedewasaan disebut obyek pendidikan yang bersifat formal. Upaya mendidik,
membimbing dan melatih siswa menuju perbaikan dan tanggungjawab sebagaimana
dalam praktek pendidikan adalah menyangkut persoalan-persoalan pendidikan.
Setiap ilmu
pengetahuan pasti mempunyai objek. Objek ilmu pengetahuan dapat dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu: Objek material dan Objek formal.[9]
1. Objek
Material
Objek
material adalah bahan atau masalah yang menjadi sasaran pembicaraan, penelitian
atau penelaahan dari ilmu pengetahuan.
Sedangkan
menurut Surajiyo dkk. objek material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi
tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Objek material juga berarti
hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek
material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak,
yang materil maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal,
masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya.
Istilah objek
material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok
persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu:
a.
Dimaksudkan sebagai bidang khusus
dari penyelidikan faktual.
Misalnya: Penyelidikan tentang atom
termasuk bidang fisika, penyelidikan tentang chlorophyl termasuk
penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.
b.
Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan
pertanyaan pokok yang saling berhubungan.
Misalnya: Anatomi dan fisiologi
keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya
sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan
memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan berbeda. Perbedaaan
ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang
diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi
mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam
aspeknya yang dinamis.
Sasaran dari objek material ini adalah peserta didik, yang memiliki ciri
khas yang perlu di pahami oleh pendidik:
Ø Individu
yang mempunyai potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan
yang unik.
Ø Individu
yang sedang berkembang, karena itu individu tersebut membutuhkan bimbingan
individual dan perlakuan manusiawi.
Ø Individu
yang mempunyai kemampuan mandiri.[10]
2. Objek
Formal
Objek
formal adalah bidang yan menjadi keseluruhan ruang lingkup garapan riset
pendidikan. Seperti upaya untuk mendidik, membimbing, dan melatih siswa menuju
perbaikan dan berkaitan dengan persoalan pendidikan. Objek formal juga berarti sudut
tinjauan dari penelitian atau pembicaraan yang dilakukan oleh seseorang
terhadap suatu ilmu pengetahuan atau bisa dikatakan sudut pandang darimana
objek material itu disorot. Jika sudut pandang itu logis, konsisten dan efisien
maka dihasilkanlah sistem filsafat yang lebih kepada pembahasan secara
mendalam.
Objek formal
suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama
membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu objek material dapat ditinjau dari
berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal
menurut segi tertentu. Dengan kata lain, tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, Objek materialnya adalah
“manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda
sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya: psikologi,
antropologi, sosiologi dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu
pendidikan termasuk ilmu pengetahuan empiris yang diangkat dari pengalaman
pendidikan, kemudian disusun secara teoritis untuk digunakan secara praktis.
Sebagai
ilmu, Ilmu pendidikan mempunyai sifat diantaranya:
1. Ilmu
Pendidikan Bersifat Empiris
2. Ilmu
Pendidikan Bersifat Normatif
3. Ilmu
Pendidikan Bersifat Historisitas
4. Ilmu
Pendidikan Bersifat Teoritis-Praktis
5. Ilmu
Pendidikan yang Berdimensi Rohani/Lahiriyah dan Batiniyah.
Sasaran dari objek material ini
adalah peserta didik, yang memiliki ciri khas yang perlu di pahami oleh
pendidik:
Ø Individu
yang mempunyai potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan
yang unik.
Ø Individu
yang sedang berkembang, karena itu individu tersebut membutuhkan bimbingan
individual dan perlakuan manusiawi.
Ø Individu
yang mempunyai kemampuan mandiri.
Secara
umum yang menjadi objek atau sasaran ilmu pendidikan adalah seluruh yang
menjadi objek dalam aktivitas pendidikan atau praktek pendidikan yang meliputi
kegiatan mendidik, mengajar, melatih peserta didik agar berkembang potensinya
serta menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.
Objek formal
suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama
membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu objek material dapat ditinjau dari
berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal
menurut segi tertentu. Dengan kata lain, tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya,
Objek materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut
pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia,
diantaranya: psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.
Inti pembahasan atau pokok persoalan dan sasaran
material dalam ilmu pengetahuan sering disebut sebagai objek material ilmu
pengetahuan, Sedangkan cara pandang atau pendekatan-pendekatan terhadap objek
material ilmu pengetahuan biasa disebut sebagai objek formal.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmdi, Abu dan Nur Uhbiyanti. Ilmu Pendidikan. PT
Rineka Cipta: Semarang. 1991.
Maunah,
Binti. Ilmu Pendidika., TERAS: Yogyakarta. 2009.
Mudyahardjo, Redja. Filsafat Ilmu Pendidika., Remaja
Rosdakarya: Bandung. 2002.
Munib,
Achmad dkk. Pengantar Ilm Pendidikan. UNNES Press: Semarang. 2006.
Munir,
Bahrul. Sifat dan Metode Ilmu Pengetahuan, http://bahrululummunir.blogspot.co.id/2011/03/sifat-dan-metode-ilmu-pengetahuan.html
diakses pada Minggu, 27 September 2015 (20:02) .
Salam, Burhanuddin. PENGANTAR
PEDAGOGIK (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). PT. Rineka Cipta: Jakarta. 1997.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. Pengantar
Pendidikan. Asdi Mahasatya: Jakarta. 2005.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. PT.
Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2008.
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam.
Bumi Aksara: Jakarta. 2008.
[1]
Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Remaja Rosdakarya: Bandung,
2002, hlm. 62.
[2]
Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, TERAS: Yogyakarta, 2009, hlm. 4-7.
[3] Bahrul Munir, Sifat dan
Metode Ilmu Pengetahuan, http://bahrululummunir.blogspot.co.id/2011/03/sifat-dan-metode-ilmu-pengetahuan.html diakses pada Minggu, 27
September 2015 (20:02) .
[4]
Burhanuddin Salam, PENGANTAR
PEDAGOGIK (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), PT. Rineka Cipta: Jakarta, 1997, hlm.
18-20.
[5]
Q.S. Al-Alaq ayat 1-5.
[6]
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta, 2008,
hlm. 28.
[7]
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 2008, hlm. 18.
[8]
Achmad Munib, dkk., Pengantar Ilm Pendidikan, UNNES Press: Semarang,
2006, hlm. 34.
[9] Abu Ahmdi dan Nur Uhbiyanti,
Ilmu Pendidikan, PT Rineka Cipta: Semarang, 1991, Hlm. 81.
[10]
Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Asdi
Mahasatya: Jakarta, 2005, hlm. 52.
terimaksih atas materi nya bangg
BalasHapus